Umat Islam di Indonesia tentunya mengenal istilah Walisongo. Para penyebar agama islam di tanah Jawa. Menurut Rachmat Abdullah, Walisongo bukanlah berarti wali yang jumlah keseluruhannya hanya Sembilan (songo) saja sebagaimana yang dikenal masyarakat jawa, akan tetapi merupakan sebuah nama bagi organisasi dakwah, dewan dakwah, dewan mubaligh, dewan ulama, majelis wali atau lembaga dakwah. Apabila salah seorang dari anggota dewan majelis tersebut pergi atau wafat, maka diganti oleh wali lainnya.
Saat ini yang dikenal sebagai anggota walisongo ialah : Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rachmat (Sunan Ampel), Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Mbonang), Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Raden Qosim Syarifudin (Sunan Drajat), Syekh Jafar Shodiq (Sunan Kudus) Raden Syahid (Sunan Kalijaga), Umar Said (Sunan Muria). Hal ini merupakan nama-nama Walisongo yang berasal dari tutur atau tradisi lisan yang sudah turun temurun. Namun, pendapat ini agaknya kurang tepat karena sebenarnya bukan hanya sembilan orang, namun lebih dari itu.
Berdasarkan laporan Lembaga Researh Islam (Pesantren Luhur) menyebutkan bahwa nama-nama Walisongo itu berbeda-beda antara generasi ke generasi selanjutnya. Selanjutnya disebutkan bahwa nama-nama Walisongo berdasarkan periode, yaitu periode 1404, 1436 dan 1462. Adapun nama-nama Walisongo pada periode 1404 yaitu : Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak, Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana M.Maghribi, Maulana Malik Isroil, Maulana Hasanudin, Maulana Aliyudin, Muhammad Ali Akbar dan Syaikh Subakir.
Kemudian pada periode 1436 tercatat anggota walisongo yaitu : R.Rahmat, R.Ainul Yaqin, R.Qosim, R.Ibrahim, Sayyid Jafar Sodiq, Maulanana Ahmad Jumadil Qubro, Syekh Muhammad Al-Maghribi, Maulana Hidayatullah dan Maulana Hasanudin. Kemudian untuk periode 1462 yaitu : R.Rahmat, R.Ainul Yaqin, R.Qosim, R.Ibrahim, R.Said Kalijaga, R.Abd.Fatah, Syekh Jafar Sodiq, Syekh Maulana Hidayatullah dan R.Fatullah Khan.
Dalam kitab Kanzul Ulum karya Ibnu Bathuthah Yang masih tersimpan di perpustakaan istana Kasultanan Ottoman di Istanbul, pembentukan Walisongo ternyata pertama kali dilakukan oleh Sultan Turki, MUHAMMAD I yang menerima laporan dari para saudagar Gujarat bahwa di pulau Jawa jumlah pemeluk agama Islam masih sangat sedikit. Berdasarkan laporan tersebut Sultan MUHAMMAD I membentuk sebuah tim yang beranggotakan 9 orang, yaitu:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli irigasi dan tata pemerintahan;
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkan ahli pengobatan;
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, berasal dari Mesir;
4. Maulan Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko;
5. Maulana Malik Isro’il, berasal dari Turki, ahli tata pemerintahan;
6. maulana muhammad ali akbar, berasal dari Iran, ahli pengobatan;
7. Maulana Hasanuddin, dari Palestina;
8. Maulana Aliyuddin, dari Palestina;
9. Syeikh Subakir, dari Iran, ahli kemasyarakatan;
Inilah walisongo angkatan pertama yang datang ke pulau Jawa pada saat yang tepat, karena Majapahit sendiri pada saat itu sedang dilanda perang saudara, yaitu perang Paregreg, sehingga kedatangan mereka tidak begitu mendapat perhatian. Perlu diketahui bahwa tim pertama tersebut bukanlah para ahli agama atau bisa dikatakan bahwa mereka belum mempunyai ilmu agama yang mumpuni. Sultan Muhammad I tidak pernah menyebut tim tersebut dengan nama walisongo. Barangkali istilah walisongo berasal dari masyarakat atau dari tim itu sendiri setelah bekerja beberapa puluh tahun. Adapula kemungkinan bahwa istilah walisongo muncul setelah wali pribumi dari kalangan bangsawan yang masuk ke dalam tim.
Karena Maulana Malik Ibrahim sebagai ketua walisongo wafat pada tahun 1419 M, maka pada tahun 1421 M dikirim seorang penyebar Islam baru yang bernama Ahmad Ali Rahmatullah dari Champa yang juga keponakan Maulana Ishak. Beliau adalah anak Ibrahim Asmarakandi yang menjadi menantu Sultan Campha. Pemilihan Ahmad Ali Rahmatullah yang nantinya sering dipanggil dengan sebutan Sunan Ampel.
Pada tahun 1421 M, Raden Rahmat diangkat sebagai ketua Walisongo dengan anggotanya sebagai berikut : R.Rahmat, Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-magribi, Maulana Malik Israil, Maulana Ali Akbar, Maulana Hasanudin Maulana Aliyudin dan Syekh Subakir. Inilah yang kemudian disebut sebagai walisongo angkatan kedua.
Pada tahun 1435 ada dua orang wali yang wafat, yaitu Maulana Malik Isro`il dan Maulana Muhammad Ali Akbar. Dengan meninggalnya dua orang itu, dewan mengajukan permohonan kepada Sultan Turki (tahun 1421 Sultan Muhammad I digantikan oleh sultan MURAD II), yang memimpin sampai tahun 1451 untuk dikirimkan dua orang pengganti yang mempunyai kemampuan agama yang lebih mendalam. Permohonan tersebut dikabulkan dan pada tahun 1436 dikirim dua orang juru dakwah, yaitu :
1. Sayyid Ja`Far Shodiq, berasal dari Palestina, yang selanjutnya bermukim di Kudus dan dikenal dengan nama Sunan Kudus. Dalam buku Babad Demak karya Atmodarminto disebutkan bahwa Sayyid Ja`far Shodiq adalah satu-satunya anggota walisongo yang paling menguasai Ilmu Fiqih.
2. Syarif Hidayatullah, berasal dari Palestina yang merupakan ahli strategi perang. Menurut buku Babad Tanah Sunda Babad Cirebon karya PS Sulendraningrat, Syarif Hidayatullah adalah cucu Prabu Siliwangi dari Pajajaran hasil perkawinan Rara Santang dan Sultan Syarif Abdullah dari Mesir. Selanjutnya Syarif Hidayatullah bermukim di Cirebon dan dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.Dengan kedatangan wali muda tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut Walisongo angkatan ketiga.
Pada tahun 1462 dua orang anggota walisongo wafat, yaitu Maulana Hasanuddin dan Maulana Aliyuddin. Sebelum itu ada dua orang anggota wali yang meninggalkan tanah Jawa, yaitu Syekh Subakir pulang ke Persia dan Maulana Ishak berdakwah di Pasai. Dalam sidang walisongo di Ampeldento, diputuskan bahwa ada empat orang yang masuk dalam dewan walisongo, yaitu:
1.Raden Makhdum Ibrahim, putra Sunan Ampel yang bermukim di desa Mbonang, Tuban. Selanjutnya dikenal dengan nama Sunan Mbonang.
2.Raden Qosim, putra Sunan Ampel yang bermukim di lamongan dan dikenal dengan nama Sunan Drajat.
3. Raden Paku, putra Maulana Ishaq yang bermukim di Gresik dan selanjutnya dikenal dengan nama Sunan Giri.
4. Raden Mas Syahid, putra Adipati Tuban yang bermukim di Kadilangu, Demak. Selanjutnya dikenal dengan nama Sunan Kalijogo
Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut Walisongo angkatan keempat.
Perlu diperhatikan bahwa mulai angkatan keempat ini banyak anggota walisongo yang merupakan putra bangsawan pribumi. Bersamaan dengan itu, orientasi ajaran Islam mulai berubah dari Arab Sentris menjadi Islam Kompromistis. Pada saat itulah tubuh walisongo mulai terbelah antara kelompok futi`adan aba`ah, barangkali pada saat itu pula muncul istilah Walisongo. Isi kitab walisana yang ditulis oleh Sunan Giri II pun yang ditulis pada awal abad 16 banyak berbeda dengan buku-buku sunan Mbonang yang masih menjelaskan ajaran Islam yang murni.
Dalam dewan walisongo angkatan keempat ini masih ada dua orang yang bersal dari angkatan pertama, sehingga pada tahun 1463 mereka sudah bertugas di tanah Jawa selama 59 tahun. Dua orang itu adalah Maulana Ahmad Jumadil Qubro yang meninggal pada tahun 1465 dan Maulana Muhammad Al Maghrobi. Dengan meninggalnya dua orang wali yang paling tua itu, maka pada tahun 1466 diadakan sidang yang memutuskan memasukkan anggota baru dan mengganti ketua dewan yang sudah berusia lanjut. Ketua dewan yang dipih dalam sidang tersebut adalah Sunan Giri, sedangkan anggota dewan yang masuk adalah :
1. Raden Fatah, putra Raja Majapahit Brawijaya V yang merupakan Adipati Demak.
2. Fatullah Khan, putra Sunan Gunung Jati yang dimaksudkan untuk membantu tugas ayahandanya yang sudah berusia lanjut.
Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut Walisongo angkatan kelima.
Setelah Raden Fatah dinobatkan menjadi Sultan Demak Bintara, maka pada tahun 1478, dilakukan perombakan lagi dalam tubu dewan walisongo. Selain Raden Fatah, Sunan Gunung Jati pun lengser karena usianya yang lanjut. Posisi Sunan Gunung Jati digantikan oleh Fathullah Khan yang memang sudah ada dalam dewan walisongo. Dua posisi yang kosong diisi oleh :
1. Raden Umar Said, putra Sunan Kalijogo yang lebih dikenal sebagai Sunan Muria.
2. Ki Ageng Pandanaran, murid Sunan Kalijogo yang bermukim di Tembayat, juga dikenal sebagai Sunan Tembayat.
Menurut kitab walisana karya Sunan Giri II, status Sunan Muria dan Sunan Padanaran hanya sebagai wali penerus atau wali nubuah atau wali nukbah. Kitab walisana juga tidak pernah menyebut nama Fathullah Khan sebagai anggota walisongo. Barangkali hal itu terjadi karena begitu diangkat menjadi anggota walisongo, Fathullah Khan langsung disebut sebagai Sunan Gunung Jati seperti sebutan untuk ayahandanya. Inilah yang dapat kita sebut Walisongo Angkatan keenam.
Setelah masa walisongo angkatan keenam, masih banyak orang yang pernah mendapat gelar sebagai wali, namun kapan mereka itu diangkat dan menggantikan siapa, tidak ada bukti dan keterangan yang dapat dijadikan patokan dan kebenarannyapun masih banyak diragukan. Mereka itu misalnya Syekh Siti Jenar, Sunan Geseng, Sunan Ngudung, Sunan Padusan, Sunan Kalinyamat, Sunan Muryapodo, dan ada beberapa orang yang juga dianggap sebagai wali misalnya Ki Ageng Selo dan Ki Ageng Pengging.
Rachmat Abdullah dalam bukunya “Walisongo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa” Menerangkan Walisongo angkatan pertama sampai ke enam sebagai berikut :
Angkatan I (1404-1421)
|
Angkatan II (1421-1436)
|
Angkatan III (1436-1463)
|
1. M.Malik
Ibrahim
2.Maulana
Ishaq
3.M.A.Jumadil
Kubro
4. Muh.Al-Maghribi
5.Maulana
Malik Israil
6.Muh.Ali
Akbar
7.Maulana
Hasanudin
8.Maulana
Aliyudin
9.Syekh
Subakir
|
1.Sunan Ampel
2.Maulana
Ishaq
3.M.A.Jumadil
Kubro
4. Muh.Al-Maghribi
5.Maulana
Malik Israil
6.Muh.Ali
Akbar
7.Maulana
Hasanudin
8.Maulana
Aliyudin
9.Syekh
Subakir
|
1.Sunan
Ampel
2.Maulana
Ishaq
3. M.A.Jumadil
Kubro
4. Muh.Al-Maghribi
5.Ja’far Sodiq
6.Syarif Hidayatullah
7.Maulana
Hasanudin
8.Maulana
Aliyudin
9.Syekh
Subakir
|
Angkatan IV (1463-1466)
|
Angkatan II (1421-1436)
|
Angkatan III (1436-1463)
|
1.Sunan
Ampel
2.Sunan Mbonang
3.M.A.Jumadil
Kubro
4. Muh.Al-Maghribi
5.Ja’far
Sodiq
6.Sunan
Gunung Jati
7.Sunan
Giri
8.Sunan
Drajad
9.Sunan
Kalijogo
|
1.Sunan
Giri
2.Sunan
Ampel
3.Sunan
Mbonang
4.Sunan
Kudus
5.Sunan
Gunungjati
6.Sunan
Drajad
7.Sunan
Kalijogo
8.Raden Fatah
9.Fatullah Khan
|
1.Sunan
Giri
2.Sunan
Ampel
3.Sunan
Mbonang
4.Sunan
Kudus
5.Sunan
Gunungjati
6.Sunan
Drajad
7.Sunan
Kalijogo
8.Sunan Muria
9.Sunan Pandanaran
|
Sumber Rujukan :
1. Abdullah, Rachmat. 2015. Walisongo Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa. Solo: Al-Wafi
2.Asnan Wahyudi dan Abu Khalid. tanpa tahun. Kisah Walisongo. Surabaya: Karya Ilmu
3. Simon, Hasanu. 2004. Misteri Syekh Siti Jenar, Peran Walisongo dalam Mengislamkan Tanah Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
4. Sulendraningrat.1984. Babad Tanah Sunda Babad Cirebon.
5. Syamsuhuda. 2006. Wali Sanga Tidak Pernah Ada?. Surabaya: JP Books.
6. Widji Saksono. 1995. Mengislamkan Tanah Jawa:Telaah atas Metode Dakwah Walisongo. Bandung: Penerbit Mizan.
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
BalasHapusKaos Dakwah Eksklusif
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Tips Menjaga Hubungan